Selasa, 04 April 2023

agama Hindu 7 Februari 2023

 -Vaisasika dan Sumber ajarannya

Pendiri dan Sumber Ajaran Vaisesika Darsana muncul pada abad ke-4 SM. Tokoh pendiri dari Vaisesika Darsana adalah Rsi Kanada. Rsi Kanada juga dikenal sebagai Rsi Ulukya (Burung Hantu).

-Pokok-pokok ajaran 

Padartha secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata; tetapi disini Padartha adalah suatu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padartha merupakan suatu obyek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (Pada). Semua hal yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu semua obyek pengalaman dan Padartha. Benda-benda majemuk saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi dan bebas.

Sistem filsafat Waisasika terutama dimaksudkan untuk menetapkan tentang Padartha, tetapi Rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah pengamatan tentang intisari dari dharma, yang merupakan sumber dari pengetahuan inti dari Padartha. Padartha pada Waisasika, seperti yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah katagori, namun satu katagori ditambahkan oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 kategori (padartha), yaitu :

1. Drawya (Substansi)

Yang disebut Drawya (substansi) adalah katagori yang bebas dan tidak tergantung pada katagori yang lain, bahkan Drawya (substansi) mendasari katagori yang lain. Drawya (substansi) juga disebut sebagai kekuatan dan kegiatan zat-zat yang terdapat pada lapisan alam yang paling bawah. Tanpa Drawya (substansi) katagori-katagori yang lain tidak dapat menjelmakan dirinya. Selain dari itu, Drawya (substansi) mempunyai sifat sebagai sebab yang melekat dalam artian, telah telah ada di dalam sesuatu yang dihasilkan oleh katagori-katagori yang lain. Ada sembilan jenis Drawya (substansi) yaitu : tanah (prthiwi), air (apah), api (tejah), udara (vayu), ether (akasa), waktu (kala), ruang (dis), roh (jiva) dan pikiran (manas). Kesembilan Drawya (substansi) ini bersama-sama membentuk alam semesta, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.

 2.Guna (Kualitas)

Di dalam Drawya (substansi) terdapat guna (kualitas), tetapi guna tidak bias berdiri sendiri tanpa adanya Drawya (substansi). Menurut ajaran Waisasika ada 24 guna (kualitas), yaitu : rupa (warna), rasa (perasaan), gandha (bau), sparsa (sentuhan), sabda (suara), sankhya (jumlah/hitungan), parimana (jarak), prthakwa (penerangan), samyoga (persatuan), wibhaga (tak terbagi), paratwa (tipis/sedikit), aparatwa (dekat), budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan), dukha (kesedihan), iccha (keinginan), dwesa (kesenangan), prayatna (usaha), gurutwa (keberatan), drawatwa (keadaan cair), sneha (dalam), samskara (kecenderungan), dharma (berfaedah), adharma (cacat). Sejumlah 8 sifat yaitu : budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan), dukha (kesedihan), iccha (keinginan), dwesa (kesenangan), prayatna (usaha), dharma (berfaedah), adharma (cacat) merupakan milik dari roh, sedangkan 16 buah lainnya merupakan milik dari substasi material.

Dari 24 jenis guna yang dikemukakan oleh sistem waisasika maka muncullah suatu pertanyaan, mengapa ada 24 guna, tidak lebih dan tidak kurang?. Jawaban yang diberikan oleh Waisasika atas pertanyaan itu adalah sebagai berikut : jika diperhitungkan berbagai sub bagian dari pada guna itu maka jumlahnya akan banyak sekali. Tetapi di dalam klasifikasi suatu benda kita mengurangi jumlah itu sehingga mencapai jumlah terakhir dari sudut pandang tertentu.

Klasifikasi guna yang banyaknya 24 jenis itu diatur oleh pertimbangan-pertimbangan dari kesadaran atau keluasannya dan pengurangan serta penambahannya. Dengan demikian guna (kualitas) adalah apa yang dianggap oleh sistem waisasika sebagai yang paling sederhana yaitu kualitas yang pasif dari suatu substansi.

3. Karma (aktivitas)

Karma atau perbuatan adalah suatu gerakan dari badan. Seperti halnya dengan Guna, Karma juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa danya substansi, namun dalam karma dan guna memiliki beberapa perbedaan yaitu : guna adalah ciri yang stasis dari sesuatu sedangkan karma itu sifatnya dinamis, guna tidak bias membuat orang keluar dari penderitaan sedangkan karma bersifat transitif yang dapat membawa seseorang kepada suatu Tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian antara Guna dan Karma tidak saling tergantung, melainkan sama-sama berdiri sendiri.

Dalam ajaran Waisasika ada lima macam gerakan (karma) yaitu : Utksepana (gerakan yang melemparkan ke atas), Awaksepana (gerakan yang melemparkan ke bawah), Akuncana (gerakan yang menimbulkan goncangan), Prasarana (gerakan yang menimbulkan perluasan), Gemana (kemampuan bergerak dari suatu tempat ke tampat lain).

Dalam hubungannya dengan karma, sistem Waisasika mengemukakan ada satu pokok yang amat penting yang mesti mendapat perhatian, yaitu yang menyebabkan adanya gerak itu. Terhadap hal ini Waisasika berpendapat bahwa gerak itu senantiasa dimulai oleh suatu yang memiliki kesadaran.

4.  Samanya (Sifat umum)

Menurut sistem Waisasika, Samanya (sifat umum) itu adalah kekal dan nyata, tetapi di dalamnya terdapat saling keterikatan antara individu-individu yang ada. Setiap individu dalam suatu kelompok memiliki suatu sifat umum. Dalam ajaran Waisasika ada tiga jenis sifat umum yaitu : para (yang tertinggi), apara (yang terendah) dan para-para (yang menengah)

5.  Wisesa (Keistimewaan)

Melalui wisesa kita dapat mengetahui keunikan dari masing-masing substansi yang pada dasarnya tidak terbagi-bagi dan bersifat kekal seperti misalnya ruang, waktu, akasa, jiwa, pikiran dan atom-atom dari Catur Bhuta. Sebagai bagian substansi yang bersifat kekal, wisesa pada dirinya sendiri adalah bersifat abadi. Wisesa tidak terbagi-bagi dan bersifat abstrak.

6.  Samawaya (Pelekatan)

Dalam hubungannya dengan samawaya, Waisasika munyatakan bahwa samawaya adalah hubungan yang kekal yang terdapat pada masing-masing bagian dari suatu benda yang disebabkan oleh adanya gerak, kualitas dan sifat umum dari wujud yang terkecil dari benda itu sendiri

7.  Abhawa (Ketidakadaan)

Sesungguhnya ketidakadaan itu bukanlah berarti penyangkalan terhadap adanya sesuatu. Abhawa atau ketidakadaan itu ada 2 jenis yaitu:
  1. Samsargabhawa : ketidakadaan suatu substansi di dalam suatu tempat. Samsargabhawa terbagi atas tiga jenis, yaitu : Praghabawa (suatu benda tidak ada sebelum dibuat), Dhwamsabhawa (tidak adanya suatu benda tidak ada sesudah benda itu dirusakkan) dan Atyantabhawa (tidak adanya sesuatu benda (sifat suatu benda) pada benda-benda lain, baik pada jaman dahulu, sekarang maupun masa yang akan dating.
  2. Anyonyabhawa : berarti tidak adanya hubungan antara dua buah benda yang saling berbeda.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda